Sejak 2015 hingga 2020 sebesar Rp 4,2 triliun dana desa telah dialokasikan untuk permodalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Memang tidak semua BUMDes berhasil. Tapi banyak juga yang maju dan bahkan mulai mengembangkan ke platform digital.

“Ada banyak contoh-contoh toko online BUMDes di berbagai platform. Ada minimarket, ada toko online BUMDes yang fokus di sektor pertanian, ada yang menjual produk-produk lokal, pariwisata, hingga multi produk,” ujar Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Budi Arie Setiadi saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion bersama Bangka Pos yang digelar secara virtual, Selasa (26/1/2021).

Menurut Budi, BUMDes menjadi investasi penting bagi desa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Tercatat sejak tahun 2015 hingga tahun 2020, BUMDes telah berkontribusi meningkatkan PADes hingga Rp 1,1 triliun.

Baca juga: Menguji dampak dana desa ke masyarakat

“Akumulasi jumlah BUMDes sampai tahun 2020, sudah ada 51.134 desa yang sudah mendirikan BUMDes,” ujar dia.

Pengembangan BUMDes, kata Budi, menjadi salah satu upaya penting dalam rangka rebound ekonomi desa tahun ini. Salah satu upaya tersebut adalah penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait BUMDes. Rancangan ini akan mempermudah BUMDes dalam menjalin kerjasama dengan pihak lain.

“Kita juga terus mendorong digitalisasi BUMDes, sehingga BUMDes tetap tumbuh selama pandemi Covid-19 ini,” kata dia.

Budi menilai, masyarakat desa adalah kategori yang paling siap dalam menyongsong ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini. Hadirnya inovasi-inovasi kreatif BUMDes dan masyarakat di perdesaan dapat menjadi penopang bagi ekonomi nasional.

Baca juga: Cerita sukses BUMDes beran merintis usaha

“Potensi terbesar kita ada di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Ini yang harus terus kita kembangkan,” ujar dia.