Sejak Undang-undang Nomor 6 Tahun 2004 tentang Desa lahir sebenarnya tak ada lagi alasan bagi desa untuk tidak maju dan mandiri. Pemerintah juga telah memberikan dana desa ke setiap desa.

Desa punya kewenangan mengatur dirinya sendiri. Mereka bisa mendirikan unit usaha yang disebut Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Desa juga dimungkinkan bekerja sama dengan desa lain untuk mendirikan badan usaha bersama (BUMDes Bersama).

Dengan dana desa yang dimiliki, desa punya modal yang cukup untuk mengembangkan usaha. Segala kelimpahan yang ada di desa bisa mereka kelola yang pada akhirnya bisa digunakan untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Baca juga: Empat pilar membangun desa cerdas

Persoalannya, mampukah mereka mengelola dan menggali dan mengenali potensi-potensi yang ada di desa itu? Juga seberapa kuat tekad para elit desa untuk menyesejahterahkan warganya.

Di sini kita bisa belajar dari beberapa BUMDes yang dengan jeli mencium peluang-peluang yang bisa mereka mainkan. Salah satunya BUMDes Silatri Indah Desa Beran, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

BUMDes ini lahir pada 2012. Penggagasnya Akhmat.

Menurut Akhmat, BUMDes ini lahir dari sebuah keprihatinan dan kesulitan yang dihadapi warganya. Kala itu banyak anak yang putus sekolah. Selain itu, banyak warga yang sakit tak mampu berobat dan beberapa kesulitan lainnya.

Menghadapi kenyataan itu, Akhmat mengusulkan pembentukan BUMDes. BUMDes Silatri Indah, namanya. Tujuannya agar Desa Beran bisa menjadi desa mandiri dan rakyatnya sejahtera.

Sebagai langkah awal, BUMDes ini memilih bidang usaha penggemukan sapi. Modal usaha dikumpulkan dari kas desa dan masyarakat yang ingin melihat desanya maju dan sejahtera. Namun rupanya impian itu tak mudah. Usaha ini rugi karena harga sapi yang fluktuatif. Usaha ini pun mandeg. Kegiatan BUMDes ini vakum cukup lama.

Baca juga: Belajar kesuksesan Bumades Tasikmalaya

Hingga akhirnya pada 2013, Akhmat melihat sebuah peluang membuat warung makanan di jalan Wonosobo-Magelang. Di sepanjang jalan itu banyak pengendara kerap berhenti hanya untuk sekedar melepas lelah.

Akhmat kemudian mengajak sejumlah tetangganya berjualan di tanah kas desa yang terletak di pinggir Jalan Raya Wonosobo-Magelang. Rupanya usaha ini lancar.

Melihat usaha yang dirintis lancar, demikian cips-indonesia.org menulis, pemerintah desa mengajak Akhmat berembug. Merekapun bersepakat menghidupkan kembali BUMDes Silatri Indah.

Akhmat bersama timnya membuat sebuah konsep rest area di tanah kas desa itu. Di rest area itu mereka mendirikan sejumlah unit usaha, yakni.

1. Pengelolaan kios
Ada 18 kios yang mereka bangun. Kios ini disewakan dengan sistem harian. Per hari Rp 10.000.

2. Toko kelontong
Toko ini menyediakan sembako, jajanan serta minuman kemasan untuk kebutuhan pedagang maupun untuk kebutuhan harian.
Karyawan digaji dengan sistem bagi hasil.

3. Pengelolaan WC dan kamar mandi
Letaknya di jalan Banjarnegara-Yogyakarta. Mereka sangat jeli melihat peluang ini. Karena tak ada rest area sepanjang jalan itu, mereka mendirikan WC dan kamar mandi.

Pembayaran karyawanannya dilakukan dengan cara bagi hasil.

4. Usaha perikanan dan pertanian
Pendirian unit usaha ini karena di desa ini tanah subur dan sumber air melimpah.

5. Toserba Silatri Indah
Usaha toserba ini disamping menyediakan kebutuhan untuk warung-warung sekitar dan para pendatang juga untuk memasarkan produk-produk home industri Desa Beran dan sekitarnya.

6. Joglo sebagai tempat pertemuan dan warung santai
Usaha pengelolaan joglo ini belum bisa dilaksanakan secara maksimal baru bisa digunakan untuk acara pertemuan karena pembangunan masih dalam proses penyempurnaan, sehingga nantinya bisa dipergunakan untuk usaha warung santai.

Baca juga: Bangun desa, Megawati sentil Jokowi

Usaha ini moncer. Mengutip situs wonosobo.go.id, laba bersih BUMDes Silatri Indah terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2016 lalu, BUMDes ini mampu meraup untung Rp 64 juta. Dengan laba sebanyak itu, BUMDes tersebut berhasil menyumbang pendapatan ke desa Rp 32 juta.

“Peningkatan laba cukup tinggi. Pada 2015 sisa hasil usaha kita baru Rp 18 juta,” kata Akhmat di BUMDes Silatri Indah ini menjabat direktur.

Keberhasilan mengelola BUMDes itu ia tularkan ke desa-desa lain yang ingin mengelola usaha. Mereka bersedia menggali dan mendampingi desa yang mau mendirikan BUMDes.