Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar mengungkap jenjang pendidikan para kepala desa di Indonesia. Dari 74.961 desa, 0,11 kepala desa berpendidikan S3 alias bergelar doktor. Sedangkan yang berpendidikan S2 sebanyak 1,55 persen, 23,04 persen berpendidikan S1, dan 2,89 persen berpendidikan D1/D3.
"Yang SMU ada 64,26 persen. Mereka ini diharapkan bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan S1," kata Halim saat temu media secara virtual, Selasa (16/2/2021).
Sedangkan untuk pendamping desa, kata Halim, sebanyak 76,31 persen berpendidikan S1/S2, 23,31 persen berpendidikan SMA, dan 0,37 persen berpendidikan SMP.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menggagas agar para kepala desa, aparat desa, pendamping desa, dan pengurus BUMDes bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, Kementerian Desa telah melakukan nota kesepahaman dengan sejumlah perguruan tinggi, Kemendikbud, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Baca juga: Kepala desa berprestasi akan diberi "hadiah"
Kepala Desa dan Pendamping Desa yang memenuhi syarat dapat mendaftar untuk mengikuti program kuliah Rekognisi Pembelajaran Lampau atau Recognition of Prior Learning (RPL) di perguruan tinggi yang diinginkan.
Adapun kuliah program RPL yang dimaksud adalah penyetaraan akademik atas pengalaman kerja atau pelatihan bersertifikasi untuk memperoleh kualifikasi pendidikan tinggi di berbagai Program Studi.
Dengan kata lain, pengalaman kerja Kepala Desa, Perangkat Desa, pengurus BUMDes, dan Pendamping Desa akan dikonversi dengan materi kuliah di kampus.
Ketua Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides), Panut Mulyono yang juga Rektor UGM menjelaskan, saat ini perguruan tinggi telah memiliki kurikulum ekuivalensi. Kurikulum ekuivalensi adalah program studi tertentu di perguruan tinggi yang dilakukan dengan penelitian dengan kuliah di kelas.
Baca juga: Kepala desa bakal diberi sanksi
Namun khusus Kepala Desa, Perangkat Desa, Pendamping Desa, dan Pengurus BUMDes yang berprestasi, kata Panut, tidak perlu dilakukan dalam kelas, melainkan cukup melampirkan portofolio pengalaman pengabdiannya di desa sebagai penggantinya.
"Sehingga untuk studi tertentu di lapangan sudah mencapai berapa SKS, kemudian yang harus diikuti di kampus misalnya berapa SKS," kata dia.
Pemenuhan SKS atau mata kuliah juga dapat dilakukan di kampus lain atau yang terdekat meskipun proses pemberian gelar sarjana di kampus tertentu.
"Misalnya SKS di kampus A tapi gelarnya bisa didapatkan di kampus UGM," ujar Panut.