Moto hidupnya sederhana. "Bisa bila berkata bisa." Dengan moto iti, dia selalu optimis dalam menjalani hidup. Begitu moto Stefanus Uding (49).

Moto itu lahir setelah ia jatuh bangun membangun bisnis. Warga RT 07/RW 03 Kampung Mbokol, Dusun Watu Bakok, Desa Cunca Lolos, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, awalnya membangun bisnis ternak kerbau dan kuda. Namun dalam perjalanannya ia ditilang petugas dari Dinas Peternakan, polisi dan Satpol PP.

Namun ia tak patah arang. Ia mencoba bangkit. Pada 2017 ia menjajal peruntungan beternak babi.

Saya bersama sejumlah wartawan berkesempatan berbincang satu jam di rumah Penjabat Kepala Desa Cunca Lolos di Mbokol-Roe, beberapa waktu lalu. Sembari menyeruput kopi lokal (kopi tumbuk ala warga Kempo-Manggarai Barat), pria kelahiran Roe, 8 Mei 1971 itu mengisahkan suka-duka hidup dan jatuh-bangun merintis usahanya.

Merantau
Kisahnya berawal ketika ia tamat SDK Wae Masa tahun 1986. Lulus Sekolah Dasar itu Stef merantau dari pulau ke pulau. Ia keliling Indonesia mencari pengalaman hidup. Di tanah rantauan itulah, Stef menimba banyak pengalaman. Berbekal ijazah SD, awalnya dia bekerja sebagai buruh, sopir hingga tukang bangunan. Pekerjaan itu dilakoni bertahun-tahun.

Ia tersisih karena kompetisi. Stef akhir memutuskan pulang kampung halamannya.3 2 2021 Stef Babi

Tiba di Kampung, Stef lalu menikah dengan tambatan hatinya, Maria Yustina Finas Kadias. Pernikahannya itu dikarunia dua anak. Tahun pertama bahtera rumah tangganya penuh tantangan. Tapi sebagai kepala keluarga, Stef tidak putus asa. Kendati modalnya cekak, Stef bersama istrinya terus berjuang membangun bahtera rumah tangga.

Bisnis Kerbau dan Kuda
Mulai 1998 hingga 2016, Stef mulai menjajal bisnis hewan ternak besar, kerbau dan kuda. Tidak main-main. Bisnisnya lintas pulau. Ia menjalin relasi bisnis dengan para saudagar kaya raya dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Sebut saja H. Taba, Daeng Maro adalah dua rekan bisnisnya.

"Bos beri tugas ke saya untuk melobi dan membeli ternak kerbau atau kuda di lapangan. Wilayah operasi di Manggarai Raya. Saya sudah keliling tiga kabupaten dari Manggarai Barat hingga pelosok Manggarai Timur," kata Stef mengenang.

Tahun-tahun pertama bisnis ternak besar itu bebas hambatan. Dari bisnis itu, dia mendapat komisi Rp 100.000 per kerbau atau kuda. Urusan sewa muat dan administrasi lainnya ditanggung bos.

Dalam perjalanan, rantai bisnisnya mulai diendus petugas kepolisian dan Satpol PP setempat. Kantong rezekinya kempis tersandung aturan terkait izin dan perlengkapan dokumen lainnya.

Petaka terjadi pada 2016. Para petugas dari Dinas Peternakan bekerja sama dengan polisi dan Satpol PP Kabupaten Manggarai Barat menyita empat ekor kerbau dagangannya yang hendak dikirim ke Jeneponto. Kerbau disita petugas lantaran tak mengantongi izin dan dokumen lengkap.

"Sejak saat itulah bisnis saya merugi dan hubungan kerja sama saya dengan bos buyar. Hilang kontak dengan mereka," ujar Stef.

Berternak Babi
Namun Stef pantang menyerah. Stef mulai menekuni usaha ternak babi dan menanam sayur.

"Awalnya, saya pelihara ternak seekor babi lokal yang dihibahkan kakak saya. Lalu berkembang dari satu ekor itu sampai sekarang," katanya.

Kini, Stef sedang berternak seekor babi jenis Durok yang dibelinya dari peternak babi di Kecamatan Komodo. Tiga induk betina dan dua babi jantan. Usaha beternak babi yang berorientasi bisnis anak babi berusia dua bulan. Anakan babi itu biasanya dijual seharga Rp 800.000 per ekor. Kadang juga menjual babi dewasa umur 8 bulan seharga Rp 3 juta.

"Selama tiga tahun panen enam kali. Hasil panen selama tiga tahun sebesar Rp 40.150.000," katanya. 

Dalam setahun, induknya dua kali beranak. Sekali lahir rata-rata 10 anak. "Saya jual Rp 800.000 per ekor. Dalam massa tiga tahun 6 kali," kata dia.

Keunggulan babi Durok, kata Stef, dagingnya tebal tapi anaknya tidak terlalu banyak. 

Selain itu, ia juga punya babi jenis Landris. Kelebihannya, anaknya banyak, dagingnya tidak terlalu tebal.

Alhasil, baru tiga tahun berjalan, omzet bisnis ternaknya melejit hingga meraup puluhan juta rupiah. Dari cucuran keringat merintis usaha itu, kini ia mampu membeli tiga bidang tanah dan satu unit sepeda motor.

Berkat jerih payahnya itu, Stef pernah  ditunjuk menjadi duta ternak mewakili Kabupaten Manggarai Barat. "Tahun 2018, saya dan 26 utusan dari Flores ikut studi banding di Solo difasilitasi LSM Hivos yang bermarkas di Belanda," ujar dia.

Sepulang dari Solo, ia diutus mengikuti festival babi di Bajawa, Kabupaten Ngada tahun 2019.

Hambatan
Stef mengaku hambatan selama menekuni usaha ternak babi, antara lain pakan ternak yang mahal. Karena itu, selama ini selalu memberi makan babinya dengan batang pisang, daun ubi, daun keladi, nangka dicampur dengan jagung.

Dia pernah mengajukan proposal memohon bantuan modal usaha dari Dinas Peternakan Kabupaten Manggarai Barat. Namun hingga kini belum ada realisasi. (Robert Perkasa)