Banjir dan tanah longsor melanda Kalimantan Selatan awal Januari ini. Banjir melanda 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel. Sebagian di antaranya berlangsung selama dua pekan terakhir, dengan ketinggian air hingga lebih dari 1 meter. Hanya Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru yang tidak terdampak. Disebut-sebut, banjir ini peristiwa terparah dalam 50 tahun terakhir ini.

Kompas.id melaporkan, hingga Minggu (24/1/2021) sore, Posko Tanggap Darurat Banjir Kalsel mencatat 712.129 jiwa terdampak banjir, 113.420 di antaranya mengungsi, serta sebanyak 24 orang tewas dan 3 orang hilang.

Banjir merendam 122.166 rumah, 609 tempat ibadah, dan 628 sekolah. Beberapa infrastruktur jalan dan jembatan juga rusak. Sekitar 46.235 hektar sawah terendam banjir. Selain itu, sebanyak 8.817 pembudidaya ikan juga terdampak banjir dengan kerugian mencapai Rp 93,68 miliar dan sektor kehutanan pun terdampak banjir dengan kerugian sekitar Rp 1,45 miliar. Belum ada perhitungan total kerugian banjir, tetapi diperkirakan ratusan miliar rupiah hingga triliunan rupiah.

Salah satu yang terdampak banjir ini adalah komunitas adat Dayak Meratus. Mereka kebanyak tinggal di kawasan hilir yang disebut semakin gundul.

Baca juga: Menteri Halim Bocorkan Dasar Pemikiran SDGs Desa

Saat banjir melanda pada Jumat (15/1/2021) pukul 04.00, warga Dayak Meratus di Desa Patikalain, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, kocar-kacir meninggalkan rumah mereka.

Saat proses evakuasi dilakukan secara swadaya, lima orang dinyatakan meninggal karena rumah mereka tertimbun longsor. Mereka berasal dari satu keluarga yang sama.

Jika keluarganya tidak cepat-cepat melarikan diri dari rumah, dini hari itu, jumlah korban meninggal mungkin akan lebih banyak.

"Di rumah mertua saya waktu itu ada 10 orang. Biasanya rumah itu juga kena banjir, tapi tidak sampai terbawa arus. Empat lumbung padi kami juga rusak," ujar salah satu warga Dayak Meratus, Julius seperti dilansir BBCIndonesia.

Desa Patikalain merupakan satu dari dua kampung adat Dayak Meratus yang paling terdampak banjir dan tanah longsor, Januari ini.

Satu desa lainnya adalah Datar Ajab, yang lokasinya lebih tinggi ketimbang Patikalain. Dalam peristiwa yang sama, dua orang di Datar Ajab meninggal.

Permukiman komunitas adat Dayak Meratus tersebar di berbagai desa di Pegunungan Meratus, termasuk yang masuk wilayah administratif Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Dayak Meratus merupakan istilah baru untuk menggantikan penyebutan Dayak Bukit bagi penduduk asli Kalimantan yang mendiami wilayah Pegunungan Meratus.

Baca juga: Bangun desa, Megawati sentil Jokowi

Pegunungan ini membentang arah utara ke selatan, membelah daratan Kalimantan Selatan menjadi dua sisi, barat dan timur. Suku Dayak tinggal di antara lembah-lembah pegunungan pada sisi barat dan timur.

Pada sisi barat termasuk dalam wilayah Kabupaten Balangan, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, dan Kabupaten Banjar. Sisi timur meliputi wilayah Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu.

Seperti suku dayak lainnya, suku Dayak Meratus punya tradisi unik. Di antaranya upacara belian/pengobatan. Upacara ini digelar untuk mengobati orang sakit akibat bala atau penyakit kiriman orang
lain.

Masyarakat percaya belian adalah penyembuhan yang paling manjur untuk mengobati orang sakit yang tidak sembuh dengan obat resep dokter.

Upacara belian dipimpin oleh mamang. Proses nya satu malam dengan menggunakan sesajen, ornamen-ornamen khas belian, mantra, nyanyian dan tari-tarian. Untuk mengusir penyakit, mamang akan membacakan mantra kepada si pasien.

Selain itu, mereka juga punya tradisi Aruh Ganau. Ini adalah upacara untuk memohon kepada Penguasa Alam agar hasil panen padi berhasil. Upacara ini dilangsungkan 3 kali dalam setahun dan waktunya berubah mengikuti awal penanaman padi.

Upacara adat Aruh Ganau diadakan di rumah adat Manutoi dari Dayak Meratus. Rumah Adat manutoi berbentuk panggung dan panjang dan luas.

Upacara dipimpin para pemuka adat. Upacara ini diikuti lelaki dayak Meratus. Dalam upacara itu mereka mengucapkan mantera dan mengelilingi balai diiringi tabuhan musik.

Baca juga: Ini pentingnya profil desa

Selain upacara itu, setiap tahun mereka juga menggelar aruh (pesta) adat. Dalam pesta ini aneka seni budaya adat ditampilkan. Aruh adat ini dihadiri utusan suku Dayak dari Kabupaten Balangan, Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu, Banjarmasin, dan Banjarbaru. kata

Menurut Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Balangan Mandan, tujuan dari digelarnya aruh adat suku dayak Meratus ini agar masyarakat mengenal lebih dalam mengenai kehidupan masyarakat dayak Meratus, yang menghuni hutan Meratus yang merupakan salah satu hutan yang menjadi penyangga paru-paru dunia.

Namun kini, salah satu penyangga paru-paru dunia itu rusak. Banjir dan longsor meluluhlantahkan "rumah" suku Dayak Meratus itu.