Alkisah, seorang raja bernama Anak Agung Ngurah Karangasem punya kebiasaan mendaki Gunung Rinjani untuk berdoa. Kebiasaan itu ia lakukan sejak masih muda.
Raja dan sebagian besar penduduk asli Pulau Lombok yang beragama Hindu memang selalu merayakan Upacara Pujawali dengan menaiki Gunung Rinjani. Di puncak gunung ini mereka memberikan sesajian kepada para dewa. Upacara Pujawali sendiri merupakan upacara persembahan kepada Ida Bhatara.
Namun karena usianya makin tua, sang raja menyerah. Ia tak lagi sanggup mendaki puncak Gunung Rinjani yang memiliki tinggi 3.726 meter di atas permukaan laut itu. Karena tak sanggup, sang raja memerintahkan prajuritnya membuat replika Gunung Rinjani. Namanya Taman Narmada. Nama Narmada diambil dari nama anak sungai Gangga di India yang berarti mata air atau sumber kehidupan.
Replika taman yang dibangun di atas tanah seluas hampir 3 hektar itu dibangun pada 1727 Masehi (ada yang menyebut 1805 Masehi) di Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Kompas.com menulis, taman Narmada ditata berbentuk gunung. Di taman ini ada Bale Terang yang berbentuk rumah panggung. Bale ini memiliki beberapa bagian. Bagian bawah dan atas. Bagian bawah berfungsi sebagai gudang. Sementara di bagian atas ada dua kamar dan satu ruang ruang. Kamar itu untuk dua permaisuri raja. Satu permaisuri asal Bali dan satu lagi asal Lombok.
Yang membedakan kamar permaisuri tersebut adalah lukisannya. Jika di kamar permaisuri asal Bali ada lukisan kera di atas kamar, sedang di kamar permaisuri asal Lombok ada lukisan naga.
Satu ruang yang terletak di tengah itu menghadap langsung ke arah timur yaitu arah Meru dan Pura serta pemandian para selir.
Di taman itu juga ada Telaga Ageng yang menjadi replika segara anakan. Di sela segara anakan ada pemandian raja.
Ada juga Pura Narmada yang bentuknya seperti punden berundak dan menjadi salah satu dari delapan Pura tertua di Pulau Lombok berhadapan langsung dengan Bale Terang.
Salah satu bagian dari Taman Narmada yang banyak dikunjungi wisatawan adalah Balai Petirtaan yang mata airnya berasal dari Gunung Rinjani dan menjadi tempat pertemuan tiga sumber air yaitu Narmada, Lingsar dan Suranadi.
Ada tata cara yang mesti dipatuhi pengunjung yang ingin masuk ke Balai Petirtaan. Wisatawan diharuskan memakan selendang warna kuning. Bagi wanita yang sedang berhalangan dilarang masuk balai ini.
"Airnya dipercaya membuat awet muda. Ada yang digunakan untuk berwudhu, cuci muka dan diminum. Airnya sangat dingin seperti air di dalam lemari es," kata Samsuri Rohandi, pemandu wisata Taman Narmada seperti dilansir kompas.com.
Mengutip situs lombokbaratkab.go.id, di Taman Narmada, pengunjung tidak usah repot membawa makanan dari rumah, karena di situ telah banyak warung tradisional yang siap Anda kunjungi. Di warung ini dijual makanan khas Lombok, seperti pelecing dan sate bulayak.
Di pintu keluar taman, para penjual kaos khas Lombok berdesain khas Taman Narmada juga bisa menjadi salah satu pilihan oleh-oleh selain kerajinan khas Lombok lainnya.