Jumlah berita hoaks tentang COVID-19 hingga saat ini masih mengkhawatirkan. Untuk mengurangi peredaran berita hoaks dibutuhkan penanganan bersama antar elemen masyarakat.

“Tanpa keterlibatan semua kalangan, maka upaya meredam hoaks hanya akan seperti menggantang asap," kata Staf Bidang Komunikasi Sosial Politik dan Masyarakat (Komsospolmas) Tim Komunikasi Publik Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Savero “Ero” Karamiveta Dwipayana pada workshop bertajuk “Desa Melek Digital” di Desa Pandak Gede, Tabanan, Bali, akhir Mei lalu.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut,sejak 1 hingga 10 Maret lalu masih ada 13 isu hoaks tentang COVID-19.

"Total isu hoaks terkait COVID-19 sebanyak 1.470 berdasarkan data per 10 Maret," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate pertengahan Maret lalu.

Angka itu merupakan kumpulan isu hoaks COVID-19 dari 23 Januari 2020 sampai 10 Maret 2021. Isu hoaks tersebut tersebar sebanyak 2.697 di media sosial. Jumlah paling banyak di ditemukan di platform Facebook dan Twitter.

Maraknya peredaran berita hoaks itu, menurut Savero, membuat orang menjadi tidak percaya tentang bahaya COVID-19. Akibatnya, mereka mengabaikan protokol kesehatan. Yang terparah, mereka menolak vaksinasi.

Baca juga: Sorong dan Raja Ampat Jadi Percontohan Literasi Digital Desa

Savero mengingatkan, peranti genggam (gadget atau gawai) yang setiap hari kita gunakan bisa memiliki dua sisi. Jika masyarakat bisa memanfaatkan dengan baik, maka gawai bisa menjadi sarana ampuh menangkal hoaks. Tapi, jika masyarakat tak bisa memanfaatkan, mereka bisa termakan oleh berita hoaks yang menyebar secara ugal-ugalan di media sosial.

“Saat ini gawai menjadi alat perjuangan dalam membangun desa kita dan mendorong Bali bangkit, dan menangkal hoaks” kata dia.

Savero menambahkan, teknologi dan informasi yang berkembang saat ini dapat digunakan untuk melakukan promosi pariwisata dan melakukan pemasaran produk-produk UMKM.

“Teknologi digital telah menjadi kebutuhan masyarakat yang tak terpisahkan dewasa ini, baik untuk berkomunikasi antar kawan hingga pemberdayaan UMKM online, termasuk untuk belajar online hingga promosi potensi seni, budaya dan pariwisata," ujar dia.

Workshop yang dilakukan di Desa Pandak Gede ini merupakan kolaborasi perdana antara pengampu kebijakan Desa Pandak Gede, Yayasan Amanat Keluarga Indonesia (AKI) dan ICT Watch Indonesia, serta Little Spoon Farm. Workshop diadakan dengan tujuan untuk memberikan penyadaran kembali ke masyarakat.

I Gusti Ketut Artayasa, Kepala Desa Pandak Gede, mengatakan penyuluhan ini adalah bentuk upaya besama berbagi kembali ke desa agar masyarakat semakin berdaya, maju dan bertambah wawasannya dalam hal literasi digital.

“Penyuluhan dan workshop ini menjadi bekal bagi masyarakat desa Pandak Gede untuk dapat kian berkembang dan maju dengan pengetahuan yang didapat melalui Internet dan teknologi digital,” kata dia.

Baca juga: Data SDGs Desa, Untuk Apa?

Perwakilan Yayasan AKI, Abigail Bernadette menambahkan salah satu tujuan utama pelaksanaan workshop ini adalah untuk membangun pemahaman kritis masyarakat terhadap informasi yang beredar di internet.

“Banyak informasi yang sengaja disebarkan melalui media sosial misalnya, tujuannya untuk memecah-belah masyarakat dan membenci pemerintah," kata dia.