Permainan tradisional semakin tergeser oleh keberadaan smartphone dan perkembangan teknologi. Namun masyarakat Pandes, Panggungharjo, Sewon, Bantul berupaya melestarikan permainan tradisional yang terancam punah. Warga Pandes membuat dolanan anak dengan berbagai cara dan menjadikannya sebagai salah satu objek wisata.
Untuk Anda yang merindukan permainan-permainan masa kecil wajib berkunjung ke Kampung Dolanan Pandes.
Kampung dolanan Pandes mengusung konsep memperkenalkan dan melestarikan permainan tradisional dengan cara mengajak pengunjung ikut membuat mainan tradisional. Para pengunjung juga diajak memainkan berbagai permainan tradisional seperti jamuran, cublak-cublak suweng, atau dingklik oglak-aglik.
Saat memasuki kawasan Kampung Dolanan Pandes, Anda akan disambut berbagai mainan tradisional. Bukan hanya melihat bentuknya, bahkan Anda bisa ikut dalam proses pembuatannya. Pengalaman menarik yang layak dicoba dan sangat cocok untuk memberikan tambahan edukasi bagi seluruh keluarga, khususnya anak-anak yang kurang mengenal permainan tradisional.
Di kampung dolanan juga ada lokasi kegiatan outbond dan track pedesaan. Ada juga gamelan untuk dimainkan pengunjung didampingi seorang guru gamelan. Berbagai permainan tradisional yang Anda buat bisa dibawa pulang untuk dijadikan ornamen rumah. Uang yang dikeluarkan untuk membeli mainan juga tidak besar. Harga mainan tradisional hanya berkisar Rp. 3.000,- hingga Rp. 25.000 saja.
Sekilas Sejarah Dolanan Desa Pandes
Kampung Dolanan Pandes yang berada di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal unik bagi wisatawan adalah sosok para pengrajin mainan tradisional.
Mereka ternyata orang-orang tua Dusun Pandes. Merekalah yang berjuang melestarikan keunikan dan keragaman permainan tradisional.
Sejarah dolanan di Pandes konon berasal dari seorang perempuan bernama Nyai Sompok yang merupakan keturunan Majapahit. Kedatangan Nyai Sompok di dusun Pandes lantas menyebarkan ketrampilan membuat berbagai permainan dan mainan anak. Bebeberapa jenis mainan tradisional itu misalnya kitiran, klonthongan, othok - othok, payung kertas, dan masih banyak lagi.
Salah satu pengrajin berbagai dolanan yang mewarisi ketrampilan Nyi Sompok hingga saat ini adalah Mbah Atemo. Mbah Atemo merupakan generasi kedua dari perajin dolanan di dusun Pandes. Keahlian membuat dolanan anak-anak didapat dari ibunya dan kini keahlian tersebut telah diturunkan kepada anaknya, Tugiman.
Menurut Tugiman, sekitar tahun 1980an usaha dolanan adalah primadona di dusun Pandes dan menjadi mata pencaharian hampir seluruh warga dusun. Mereka berprofesi pengrajin atau penjual mainan keliling. Sekarang hampir tidak ada penjual keliling mainan tradisional. Sedangkan pengrajin hanya tinggal empat orang pengrajin, yaitu Mbah Wiyar, Mbah Joyo, Pak Suradi, dan Mbah Atemo.
Dengan ditetapkannya Pandes sebagai Kampung Dolanan, Mbah Atemo dan Tugiman senang karena dolanan warisan leluhur tidak akan hilang ditelan zaman. Menurut mereka dolanan tradisional harus dilestarikan karena mengandung nilai-nilai penting budaya Jawa. Sampai saat ini Mbah Atemo setiap hari masih terus membuat dolanan.
Kampung Dolanan Pandes yang berjuang menghidupkan kembali tradisi dolanan dimulai sejak tahun 2006 dan kini diampu oleh Komunitas Pojok Budaya di bawah binaan pemerintah desa Panggungharjo.
Kreativitas Seorang Lurah
Namanya Wahyudi Anggoro Hadi. Seorang lurah berusia 40an yang menggerakkan masyarakat desa untuk menghidupkan dolanan melalui kelompok anak muda yang bernama Komunitas Pojok Budaya.
Ia melibatkan generasi muda agar mereka bisa mewarisi pembuatan mainan tradisional dari para tetua dusun. Menurutnya, aktivitas dolanan anak harus dijadikan wisata minat khusus, yaitu dolanan sebagai wisata edukasi.
Kampung Dolanan Pandes juga melakukan inovasi baru dengan mendesain ulang mainan tradisional anak. Desain ulang dilakukan agar mainan anak lebih aman. Wahyudi mencontohkan penggantian material paku dengan pasak atau alternatif material lain yang tidak berbahaya.
Menurut Wahyudi, yang paling penting dalam melakukan pelestarian adalah revitalisasi. Upaya revitalisasi penting karena dolanan anak diciptakan nenek moyang kita sebagai sarana pembelajaran.
Wahyudi yang terpilih kedua kalinya sebagai Kepala Desa Panggungharjo tahun 2019, menjelaskan bahwa ia terdorong merevitaliasi mainan tradisional Dusun Pandes karena pengalaman, sejarah serta kesadaran terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk lingkungan geografis tercermin dalam dolanan. Contohnya tertuang dalam mainan kitiran atau kincir khas Pandes yang terbuat dari kertas, berbentuk tiga dimensi, memiliki kecembungan dan lain sebagainya.
Wahyudi ingin mengembalikan Pandes pada masa kejayaan tetua Desa Panggungharjo. Lurah kreatif yang fasih menyanyikan berbagai macam lagu dolanan anak ini, mengagumi para perajin dolanan Pandes yang mampu membuat dolanan wayang tanpa menggambar pola. Menurutnya, ketrampilan unik tersebut sungguh luar biasa dan anak-anak muda Pandes seharusnya dapat mewarisinya.
Berangkat dari mainan tradisional, masyarakat Pandes juga bisa menggerakan roda perekonomian. Karya dolanan yang edukatif dapat menghasilkan keuntungan sebagai souvenir wisata. Jadi melalui upaya melestarian ini, dua-tiga pulau bisa terlampaui dalam sekali dayung.
Penulis adalah mahasiswa Komunikasi UGM Yogyakarta