Indonesia punya 74.953 desa. Masing-masing desa juga punya kekhasan tersendiri. Dari budaya, adat istiadat, alam, dan lainnya.
Namun dari jumlah itu hanya ada empat desa yang namanya mendunia. Keempat desa itu yakni Desa Pemuteran (Bali), Desa Penglipuran (Bali), Desa Nglanggeran (Yogyakarta), dan Desa Pentingsari (Yogyakarta).
Keempat desa ini pernah masuk dalam 100 besar destinasi berkelanjutan dunia versi Global Green Destination Days.
Desa-desa itu dianggap mampu bersaing di level global karena dalam membangun wisatanya telah memakai pedoman yang sudah berstandar internasional.
Ingin mengetahui apa kelebihan empat desa itu? Yuk kita intip keunggulannya.
1. Desa Wisata Pentingsari, Yogyakarta
Pentingsari merupakan salah satu dusun di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Pentingsari terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Letaknya kurang lebih 22,5 km dari pusat Kota Yogyakarta. Di sini Anda akan menemukan suasana lain, suasana pedesaan yang masih kental memegang teguh adat istiadat, tradisi, dan budaya.
Pada 1990-an, Pentingsari mendapat predikat dusun miskin dengan pendapatan masyarakat yang relatif rendah. Padahal, potensi alam wilayah ini besar dengan luas 103 hektare dengan komposisi lahan pekarangan, perkebunan, sawah, ladang, dan daerah aliran sungai. Kendalanya, kondisi wilayah cukup terpencil karena aksesnya belum memadai.
Menyadari akan potensi alam dan budayanya, Doto Yogantoro, warga desa setempat yang juga penggerak desa wisata, mengajak masyarakat untuk melestarikan budaya dan menjaga lingkungan. Keunikan-keunikan yang ada di kampung ini kemudian dikemas menarik agar diapresiasi orang luar atau wisatawan.
Pada 2008, Doto dan warga sepakat untuk menjadikan aktivitas keseharian warga desa untuk menarik wisatawan dengan mengusung tema "Desa Ramah Lingkungan, Kebudayaan, dan Pertanian." Selain itu, Doto juga menyiapkan homestay bagi wisatawan yang datang.
Ternyata usaha ini membuahkan hasil. Banyak wisatawan berdatangan. Banyak kegiatan yang ditawarkan di sini. Anda bisa melihat dan belajar tentang alam, lingkungan, pertanian, perkebunan, kewirausahaan, kehidupan sosial-budaya, dan berbagai seni tradisional.
Mengutip Kompas.com, saat ini, Pentingsari sudah memiliki beragam program wisata desa, seperti live in, kemah, trekking, atau out bound.
Di sini Anda juga bisa mengikuti kegiatan seni atau budaya seperti belajar gamelan, menari, membatik, membuat wayang rumput, membuat janur. Anda juga bisa belajar berkebun dan beternak seperti pengolahan kopi, jamur, cokelat atau terlibat dalam kegiatan peternakan kambing, sapi, atau perikanan.
Selain itu, Anda bisa bertani seperti membajak sawah, menanam dan memanen padi, atau mengenal bagaimana merawat tanaman herbal.
2. Desa Wisata Nglanggeran, Yogyakarta
Nglanggeran berjarak kurang lebih 30 km dari Kota Yogyakarta. Desa ini masuk Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Pengembangan desa wisata ini berawal dari keprihatinan Sugeng Handoko akan kerusakan lingkungan di desanya. Banyak warga yang menebangi pohon dan mengambil bebatuan dari Gunung Api Purba di desa itu. Akibatnya stok air tanah makin menipis. "Sumber air di desa kami habis terkuras," kata Sugeng seperti dinukil Kontan.co.id.
Berangkat dari keprihatinan itulah pada 2008, Sugeng bersama teman-temannya di Karang Taruna Bukit Putra Mandiri mulai membangun ekowisata Desa Nglanggeran.
Sugeng dan teman-temannya menyadari, desanya punya keindahan alam yang unik dan tidak ada di daerah lain. Salah satu keunikan itu ada pada struktur Gunung Api Purba yang memiliki luas sekitar 48 hektare (ha).
Struktur batuan gunung ini bukan berbentuk batuan kapur yang biasa ada di Gunungkidul, tetapi batuan vulkanik akibat aktivitas gunung api yang terjadi sekitar 60 juta tahun silam.
Gunung Purba ini punya dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur serta sebuah kaldera di tengahnya. Deretan gunung batu raksasa ini mempunyai pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir dan Gunung Wayang.
Pada tahun 2008 itu Sugeng juga mengajak masyarakat untuk terlibat. Beberapa rumah warga dijadikan homestay. Setahun membangun ekowisata, usaha Sugeng dan teman-temannya mulai membuahkan hasil. Banyak wisatawan mulai berdatangan. Sugeng senang, warga juga gembira.
Berbagai kegiatan disuguhkan masyarakat Desa Nglanggeran. Mulai dari outbond, treking Gunung Api Purba, panjat tebing, flying fox. Ada juga paket wisata budaya seperti paket wisata bertani, paket belajar karawitan dan workshop batik topeng.
Konsep edukasi berbasis budaya diajarakan lewat program live in.
Selain itu, pria kelahiran 1988 ini juga meluncurkan Griya Cokelat Nglanggeran sejak 2014. Bekerjasama dengan para petani kakao di sekitar Yogyakarta, Griya Cokelat menyuguhkan aneka produk olahan kakao. Jadi setelah selesai berkunjung, pelancong bisa belanja oleh-oleh khas Nglanggeran.
Desa Wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk juga pernah menjadi jawara dalam ASEAN's Community Based Tourism 2017.
3. Desa Wisata Penglipuran, Bali
Penglipuran masuk wilayah Desa Kubu, Kabupaten Bangli. Jaraknya kurang lebih 45 km dari Denpasar. Desa ini terletak 600 hingga 700 di atas permukaan laut. Terletak di ketinggian, membuat susana desa terasa sejuk.
Keunikan desa yang terletak di kaki Gunung Batur ini salah satunya ada pada rumah warganya. Depan rumah warganya tampak seragam. Pintu gerbang di setiap rumah yang hanya muat untuk satu orang dewasa. Masyarakat sekitar menyebut pintu gerbang ini dengan nama angkul-angkul. Selain itu, cat tembok di rumah ini menggunakan cat dari bahan dasar tanah liat dan pagar tembok berhiasan ukiran Bali.
Desa ini punya aturan ketat. Mobil dan motor tidak boleh masuk ke desa. Jadi, jika Anda ingin menikmati suasana desa, Anda harus berjalan kaki.
4. Desa wisata Pemuteran
Desa ini terletak dipesisir barat dari pulau Bali ± 55 km arah barat kota Singaraja dan 30 km dari Gilimanuk. Letaknya berada di antara gugusan perbukitan dan laut.
Warganya kebanyakan menjadi nelayan. Sebelum tahun 1990, para nelayan desa sering menggunakan bom dan potas dalam menangkap ikan. Akibat dari penggunaan bom ikan itu, ekosistem terumbu karang pantai rusak.
Prihatin akan rusaknya terumbu karang itu membuat I Gusti Agung Prana prihatin. Menurut Ketua Yayasan Karang Lestari ini, keindahan laut di desanya sebenarnya bisa dikemas apik sehingga bisa menarik minat orang luar datang.
Dari situlah Prana mulai membuat gerakan. Ia menyadarkan ulah para nelayan itu. Usaha Prana membuahkan hasil. Para nelayan tak lagi menggunakan bom untuk mendapatkan ikan. Alhasil, ekosistem pantai Pemuteran perlahan mulai pulih.
Langkah berikutnya, Prana mulai membangun homestay. Perlahan banyak wisatawan yang mulai datang ke desa yang terletak di tanjung ini.
Menurut Prana, para wisatawan senang berkunjung dan tinggal di desa ini karena desa ini menawarkan kesunyian. Mereka bisa menemukan ketenangan di desa ini. Dalam catatan Agung, sebanyak 90 persen wisatawan yang datang berasal dari mancanegara, sisanya merupakan wisatawan lokal.
Karena sunyi dan tenang, para wisatawan bisa berjemur sambil membaca di tepi pantai.
Desa ini pernah menjadi juara kedua dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO/Organisasi Pariwisata Dunia PBB) untuk kategori "Innovation in Non Govermental Organizations" dengan program "Coral Reef Reborn Pemuteran, Bali". (FJR)