Pemandangan itu terlihat tak biasa. Peralatan-peralatan dapur digantung di kios-kios yang ada di depan rumah warga Desa Kalibaru Wetan. Ada dandang, panci, wajan, oven kue, tempat kerupuk, dan perkakas rumah tangga lainnya. Mulai dari yang ukuran mini hingga jumbo.

Tak hanya satu-dua rumah, tapi berderet di kanan-kiri sepanjang kurang lebih satu kilometer di jalan utama Jember-Banyuwangi. Persisnya ada di Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten, Banyuwangi, Jawa Timur.

Kampung Sayangan, Desa Kalibaru Wetan memang sudah lama dikenal sebagai pengerajin peralatan dapur. “Kami menekuni usaha ini sejak 60 tahun lalu, mulai dari kakek dan orang tua,” kata salah satu pengerajin dandang, Mulisab, 45 tahun seperti dilansir jawapos.com.

Mulisab tak sendiri. Di kampung yang berada di kaki Gunung Gumitir itu ada 34 pengerajin lainnya. Mereka adalah generasi ketiga pembuat kerajinan peralatan dapur.

Dalam sehari, Mulisab mengaku, penghasilan bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 2 juta sehari. Penghasilan itu akan meningkat jika hari raya idulfitri tiba. “Saat hari raya kemarin (2017) dalam tujuh hari dapat Rp 30 juta,” katanya.

Harga barang-barang itu bervariasi, tergantung ukuran. Ghonia, 40 tahun yang merupakan cucu Misrudin, perintis pertama kerajinan ini mengaku
mematok harga Rp 75 ribu untuk dandang berbahan aluminium ukuran sekilo. Sedangkan dandang berbahan stainless steel dipatok seharga Rp 125 ribu untuk ukuran sekilo .

Tak hanya dandang dan wajan, jenis kerajinan mereka mulai bervariasi, mulai dari oven, teko untuk kopi, cetakan kue, sampai sutil.

Awal Mulanya
Sebelum tahun 1960an, masyarakat Desa Kalibaru Wetan kebanyakan berprofesi sebagai petani dan buruh kebun. Lalu pada 1965 datanglah tiga warga dari Kabupaten Madiun ke Kalibaru. Ketiga orang itu bernama Godel, Sugiyo, dan Misrudin. Rupanya mereka punya keahlian membuat perkakas rumah tangga itu.

Warga sekitar yang awalnya banyak berprofesi sebagai petani dan buruh perkebunan tertarik dengan kerajinan yang dibuat ketiga orang itu. Awalnya mereka ikut membantu membuat dan juga memasarkan. Dalam perkembangannya, mereka turut juga menjadi pengerajin.

Samsul Arifin, 62 tahun, generasi kedua pengerajin peralatan dapur bercerita, awalnya bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan itu berasal dari drum bekas. Lalu pada 1980an, para pengerajin mulai beralih menggunakan bahan seng. Dan kini mereka sudah menggunakan bahan aluminum dan stainless steel.

Hasil kerajinan itu pada awal 1960an hingga 1980an dijajakan secara keliling ke kampung-kampung yang ada di Banyuwangi dan sekitarnya. "Saya sendiri pernah ke Makassar dan Bali, jualan kerajinan dapur keliling dengan dipikul," katanya seperti dilansir dream.co.id.

Lambat laun, hasil kerajinan mereka mulai dikenal dunia luar. Pada tahun 2000an, mereka mulai panen pesanan. Pesanan tak hanya dari Banyuwangi tapi juga berasal dari Ternate, Kupang, Sumbawa, Flores, Sumatera, dan Kalimantan.

Mengangkat Potensi Melalui Festival
Melihat potensi ekonomi itu, pemerintah Banyuwangi tak tinggal diam. Sejak 2017, pemerintah setempat menggelar festival dandang. Penyelenggaran festival ini bertujuan untuk mengangkat potensi lokal Kecamatan Kalibaru yang kini sudah memasuki generasi ketiga.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, melalui gelaran festival ini diharapkan festival ini bisa menjadi ajang promosi dan penggerak ekonomi desa setempat. "Pengrajin terus berinovasi, sedangkan pemerintah terus berupaya untuk mempromosikan dan menciptakan pasar-pasar baru bagi para pengrajin," kata Anas.

Gencarnya promosi melalui festival ini membuat Sandiaga Uno yang kala itu mencalonkan diri menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo tertarik mendatangi sentra kerajinan dandang itu. Di salah satu sentra kerajinan itu, ia terlihat ikut mencoba-coba membuat dandang. "Wah ternyata sulit juga ya," katanya seperti dilansir detik.com.

Inilah cara Banyuwangi memperkenalkan potensi desa-desa yang ada di wilayahnya. (FWH)