Hadekawa. Sebuah desa yang terletak di pesisir timur Pulau Lembata. Jaraknya kurang lebih 13 kilometer dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Desa ini masuk kecamatan Lebatukan.
Warga desa kebanyakan punya mata pencaharian nelayan dan petani. Letaknya yang dekat pantai, membuat potensi ikan di desa ini berlimpah, terutama ikan teri.
Ikan teri tangkapan nelayan itu semula banyak dijual di tengkulak. Tak banyak keuntungan yang didapat nelayan dari penjualannya ke tengkulak itu.
Menyadari hal itu, Klemens Kewaaman (35 tahun), Kepala Desa Hadekawa memutar otak. Ia ingin ikan teri itu punya nilai jual tinggi sehingga nelayan untung dan nama desa terangkat.
Klemens yang terpilih sebagai kepala desa pada 2016 mulai membangun sejumlah infrastruktur yang bisa menunjang nelayan. Anggaran pembangunan itu diambilkan dari dana desa yang didapat.
Pada 2017 Klemens juga membentuk BUMDes yang diberinama Tujuh Maret.
Di tahun yang sama, ia juga mulai membangun infrastruktur berupa jetty (dermaga) di dekat pasar Hadakewa. Ia menarik retibusi setial kapal yang labuh tambat di dermaga itu. Dana ini kemudian dikelola BUMDes.
Mediaindonesia.com menulis, pada tahun 2017, ia menyulap lokasi kumuh di bibir pantai Desa Hadakewa, yang selama ini digunakan untuk membuang sampah, menjadi lapangan futsal, taman baca, serta balai pelatihan.
Pada tahun 2018, Klemens mulai melirik produk ikan teri kemasan. Untuk mendukung usaha ini, ia mengalokasikan dana Rp 85 juta dana desa yang diterimanya. Dana itu dikucurkan untuk BUMDes Tujuh Maret.
Dana itu digunakan untuk membangun sarana pendukung seperti tempat pengeringan, pengadaan bahan baku, dan bahan kemasan.
Nelayan yang awalnya menjual terinya ke tengkulak, kini mulai menjual ke BUMDes. Di sini kemudian teri diolah dan dikemas menarik. Awalnya memang hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal. Namun dalam perjalannnya rupanya pasar merespons bagus.
Kesuksesan Desa Hadakewa mengelola potensi wilayahnya sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Jokowi meminta lulusan Fakultas Teknik Elektro, Universitas Hassanudin Makassar ini ikut dalam rombongan presiden untuk menghadiri acara Benchmarking di India pada 3 September 2019. Di acara itu membagikan pengalamannya mengelola potensi desa.
Diajak orang nomor satu negeri ini di acara bergengsi, membuat nama Klemens makin tenar, nama desa pun mulai terangkat.
Klemens pun makin bersemangat. Sepulang dari India itu, ia bertekad agar BUMDesnya punya kapal yang bisa dikelola nelayan. Ia lalu mengalokasikan dana Rp 128 juta untuk pengadaan kapal itu pada 2019. Di saat yang hampir bersamaan, desa ini mendapat suntikan dana dari pemerintah kabupaten sebesar Rp 200 juta karena terpilih sebagai desa tematik.
Akhirnya, perolahan dana itu juga disisihkan sebagian untuk menambahi dana pengadaan tiga unit kapal. Pengadaan kapal ditujukan untuk memperkuat pasokan bahan baku teri. "Sebelumnya para nelayan itu bekerja di kapal milik orang luar," kata Klemens seperti dilansir Antaranews.com.
Ditargetkan tiga unit kapal itu sudah bisa beroperasi pada September tahun ini. Kapal-kapal itu nantinya akan dibagikan ke nelayan. Untuk mencicil pembelian kapal, nelayan tidak perlu membayar dengan uang melainkan dengan ikan teri.
Jika pada awalnya teri kemasan hanya untuk memenuhi pasar lokal, kini Teri Hadakewa sudah tembus pasa nasional. Menurut Klemens, permintaan teri itu terus meningkat. Bahkan, sejak Juli lalu pengiriman teri ke Jakarta mencapai 100 bungkus setiap minggu dengan nilai perbungkus Rp 25 ribu. "Katanya rasa teri kita rasa lautnya kentara," ujar Klemens.
Usaha Klemens mengangkat dan mengelola potensi desanya kembali membuahkan hasil. Pada tahun ini, desa ini masuk dalam 10 besar pengelolaan BUMDes terbaik tingkat nasional. (FJR)