Pandemi Covid-19 telah memukul telat sektor pariwisata Bali. Kondisi ini membuat sejumlah orang yang semula menggantungkan hidup di sektor pariwisata mulai melirik sektor lain: pertanian.
Di sektor ini sejumlah anak muda mulai memanfaatkan teknologi. Mereka mengembangkan market place bebasis aplikasi yang dikelola para petani milenial.
"Sekarang kita bertani menggunakan aplikasi namanya Farmer App, untuk menjualnya kami menggunakan BOS Fresh Retail, dan untuk pendanaan kami ada namanya nabung tani untuk membantu petani yang tidak punya biaya," ujar Ketua Komunitas Petani Muda Keren (PMK) Agung Weda, beberapa waktu lalu.
Melalui Bali Organik Subak (BOS), kata Agung, komunitas petani ini sudah mengekspor manggis dari tahun 2018. Volume ekspornya 850 ton dengan nilai hampir Rp 100 miliar.
Tak hanya manggis, mereka juga mengekspor sawo, alpukat, dan mangga. "Untuk mangga kita sudah ekspor ke Singapura," kata Agung yang juga pemiliki Owner Bos.
Agung mengaku, pada tahun 2020 ia sudah memiliki 1.500 ton mangga yang siap ekspor dan ada 300 ton yang sudah akan dikirim untuk ke Vietnam. Selain mangga, ada rambutan yang lebih dulu dieskpor ke Timur Tengah.
"Kita juga sedang mengembangkan alpukat khas, alpukat aligator, ada varian mentega. Untuk alpukat sendiri kita sudah kirim ke Kamboja. Di pasar lokal peminatnya juga banyak sekali," kata dia.
Menurut Direktur Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Sukam Pawardi mengatakan, saat ini pertanian Indonesia sudah memiliki sistem canggih dengan kehadiran Agriculture War Room (AWR) dan Komando Strategi Pembangunan Pertanian (Kostratani) yang bisa berjalan beriringan dengan BOS.
Kata dia, AWR dan Kostrtani akan berhasil dan diakui perannya oleh masyarakat jika mengetahui apa yang harus diperbuat oleh petani sesuai permintaan pasar.
"BOS ini kan perusahaan swasta dan tidak mungkin berkebun sendiri, harus dikoneksikan dengan petani-petani yang diedukasi oleh kawan-kawan dari Kostratani. Sehingga kawan penyuluh di Kostratani harus akrab dengan BOS," katanya.