Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar menegaskan setelah Undang-Undang Cipta Kerja disahkan, kini status BUMDes tak lagi sebagai badan usaha melainkan sebagai badan hukum.

Menurut Halim, sekarang BUMDes adalah entitas baru yang kedudukannya setara dengan Perseroan Terbatas, koperasi, dan perkumpulan atau organisasi. Namun, ia mengatakan, BUMDes memiliki eksklusivitas atau kekhususan.

Pertama, BUMDes dikelola dengan cara kekeluargaan dan gotong royong. Kedua, BUMDes bisa terdiri dari dua model: BUMDes didirikan satu desa; atau BUMDes Bersama (BUMDesma) yang didirikan lebih dari satu desa.

Satu desa, kata Halim, hanya boleh memiliki satu BUMDes. Namun, desa bisa berkolaborasi dengan desa lain untuk mendirikan BUMDesma.

"Karena ngomong gerakan ekonomi desa itu kan skalanya kecil, tentu akan sangat maksimal kalau skalanya besar. Nah kalau skalanya besar itu pasti lintas desa, pasti kerja sama antar desa,” kata Halim saat mengunjungi Wisata Hutan Bambu di Desa, Sumbermujur, Lumajang, Jumat (13/11/2020).

Menurutnya, kerja sama antar desa termasuk di dalamnya untuk mendirikan BUMDesma tidak dibatasi oleh zonasi. Dengan catatan, antar desa tersebut saling menguntungkan.

“Desa di Lumajang bisa saja bekerja sama dengan desa di Sulawesi. Bangun kerja sama dengan desa di Sumatera boleh, yang penting saling menguntungkan,” ungkapnya.

Ia berharap dengan adanya BUMDesma dapat memotong mata rantai berkepanjangan yang menyebabkan harga menjadi mahal.

“Jadi komoditas unggulan di sana di bawa ke sini, komoditas unggulan di sini di bawa ke sana," ujar Halim.

Dalam kunjungan kerjanya itu, Halim juga mensosialisasikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang prioritas Penggunaan dana desa 2021.

“RPP yang kita susun sudah 100 persen, tinggal dibahas di lintas kementerian dan nanti akan ada penyelarasan di Kementerian Hukum dan HAM,” katanya.