Badan usaha milik desa atau BUMDes yang sempat menjadi andalan dalam meningkatkan perekonomian desa turur terdampak pandemi Covid-19 selama empat bulan terakhir. Namun BUMDes dianggap masih berpotensi untuk bangkit kembali saat masa transisi adaptasi kehidupan baru (AKB) jika mengoptimalkan potensi di desa masing-masing.

Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pangandaran Wawan Kustaman menyebutkan, dari 93 desa di Pangandaran, 84 di antaranya sudah membangun BUMDes dengan beragam unit usaha.

“Sisanya masih berproses. Unit usaha disesuaikan dengan potensi masing-masing desa. Pangandaran ini bukan hanya pesisir, ada juga pedesaan, dan pegunungan,” kata Wawan kepada Katadesa.id, Kamis (25/6/2020).

Beberapa BUMDes berkembang di antaranya BUMDes Desa Kertayasa yang berhasil mengelola desa wisata juga beberapa unit usaha dan Desa Putrapinggan mengelola unit usaha perdagangan.

Ada juga Desa Ciganjeng mengelola unit usaha jasa telekomunikasi, Desa Kedungwuluh dengan unit usaha suplai air, Desa Pangkalan mengelola pertanian, dan Desa Kertajaya dengan unit usaha kolam ikan serta perdagangan.

Sejumlah BUMDes yang kurang berkembang dan cenderung vakum, kata Wawan, akibat beragam faktor. Mulai lemahnya SDM pengelola hingga kurangnya perhatian dari pihak pemerintah desa.

Menurutnya, ada kepala desa yang membentuk BUMDes hanya sekedar formalitas. Penyertaan modal yang diberikan terbatas, sehingga BUMDes tidak berbuat banyak dan akhirnya mati suri.

Sekretaris Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Pangandaran Tjomi Suryadi mengatakan, BUMDes di sejumlah desa yang memiliki potensi khusus sebetulnya berpeluang memulihkan ekonomi desa selama pandemi bahkan pascapandemi.

Ia mencontohkan, di Desa Langkaplancar, Kecamatan Langkaplancar terdapat 'Desa Mart' yang dikelola BUMDes. Unit usaha itu tak terganggu kondisi pandemi. "Potensi perdagangan di sana cukup bagus karena tidak terkena imbas pandemi, itu contoh pengelolaan unit usaha yang menyesuaikan potensi daerahnya sendiri," jelasnya.

Tjomi yakin, semua BUMDes akan menjadi pendongkrak ekonomi desa dan masyarakatnya jika mengoptimalkan potensi di desanya masing-masing. Namun diperlukan upaya dan strategi yang optimal agar roda perekonomian desa tetap bergerak.

Peran BUMDes tambah Tjomi, mesti mampu menjadi lembaga ekonomi desa yang menggerakkan perekonomian desa. Bahkan diharapkan mampu membantu menyelesaikan permasalahan warga dengan kegiatan usaha yang dimiliki, menyediakan kesempatan kerja bagi warga, hingga menyumbang kas desa.

Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), BUMDes di Indonesia berkembang cukup signifikan. Jumlah saat ini 50.199 BUMDes. Itu artinya, 67 persen desa sudah memiliki BUMDes.

Jumlah tersebut meningkat 50 kali lipat selama kurun waktu lima tahun sejak 2014 dan tersebar di semua provinsi. Sebanyak 37.125 BUMDes aktif bertransaksi.

Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan, sebelum pandemi Covid-19 terdapat 37 ribu BUMDes yang aktif bertransaksi. Saat memasuki pandemi, hanya ada 10 ribuan BUMDes yang masih aktif. Sisanya, 27 ribu BUMDes akan menjadi fokus Kementerian.

"Ada beberapa pendekatan yang akan dilakukan. Salah satunya replikasi keberhasilan BUMDes di tempat lain, kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kearifan lokal," ungkap Abdul Halim dalam sebuah webinar bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (9/7/2020).

Upaya tersebut merupakan salah satu langkah kebijakan revitalisasi lantaran selama ini BUMDes kesulitan mengakses perbankan karena bukan badan hukum. "Kita payungi dengan SK Menteri Desa terkait nomor register,” ujarnya. (Rommy Roosyana)