Saat sebuah desa sukses menjadikan desanya sebagai salah satu tujuan wisata desa, maka desa-desa lain banyak yang tergiur dan ingin mengikuti keberhasilan desa itu. Sayangnya, kebanyakan hanya sekadar ikut-ikutan saja tanpa pemahaman yang mendasar tentang apa itu desa wisata, bagaimana mengelolanya dan seperti apa prinsip bisnisnya.
Sebenarnya, prinsip dasar terpenting untuk membentuk sebuah masyarakat desa dalam menciptakan desa mereka sebagai destinasi wisata adalah prinsip yang sama dengan azas demokrasi, yaitu dari, oleh dan untuk rakyat/masyarakat. Itulah prinsip utama dalam mengelola desa wisata.
Strategi penjualan harus dilandasi pemahaman masyarakat untuk menjadikan desa mereka sebagai tujuan wisatawan. Segala aspek pendukung keberhasilan wisata seperti kuliner, home stay, sanitasi dan kebersihan harus diadakan supaya para wisatawan puas dan perputaran uang pun mengalir di desa.
Uang yang masuk dari wisatawan kemudian dikelola masyarakat sehingga terjadi akumulasi perputaran uang menumpuk di desa dan menggerakkan perekonomian lebih maksimal. Hal ini sesuai 11 azas yang diamanatkan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yaitu, azas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan.
Desa wisata sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam maupun kehidupan sosial budaya masyarakat. Potensi inilah yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya.
Sebuah desa wisata harus mampu mengintegrasikan atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang dikemas dalam struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tradisi yang berlaku.
Jadi pengembangan pariwisata di desa pada hakekatnya tidak mengubah apa yang sudah ada di desa tersebut, tetapi lebih pada upaya mengemasnya sehingga menarik untuk menjadi tujuan wisata. Pembangunan fisik yang dilakukan dalam rangka pengembangan desa seperti penambahan sarana jalan, penyediaan MCK, sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sehingga desa tersebut dapat dinikmati wisatawan.
Pengembangan sebuah desa wisata harus berpegang pada prinsip pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) karena pengembangan yang melampaui daya dukung sebuah desa akan menimbulkan dampak besar. Tidak hanya dampak pada lingkungan alam tetapi juga pada kehidupan sosial budaya masyarakat yang kemudian justru akan mengurangi daya tarik desa itu. (FRG)