Pada Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2023, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menargetkan 4.000 peserta yang mendaftar.
"Kami optimis ini akan tercapai," ujar Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf Vinsensius Jemadu, saat Weekly Press Briefing di Jakarta, Senin, (30/01/2023).
Vinsensius menjabarkan. Kata dia ADWI 2021 diikuti 1.831 desa wisata, dan 3.419 desa wisata di 2022. Karena ada peningkatan, ia yakin ADWI 2023 bisa mencapai target 4.000 desa wisata dari 34 provinsi di Indonesia.
Ia berharap dengan banyaknya desa wisata yang berpartisipasi, akan membuat banyak pilihan bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara yang ingin merasakan langsung kearifan lokal yang ada di desa wisata. Sehingga, dapat mencapai target 7,4 juta wisatawan mancanegara, serta menciptakan 4,4 juta lapangan pekerjaan baru di Indonesia.
Dengan target itu, tak salah jika pada 2023, mereka mengusung tema “Pariwisata Berkelas Dunia untuk Indonesia Bangkit (World Class Tourism)”.
Pada ADWI tahun ini penghargaan desa wisata terbaik akan diperbanyak menjadi 75 desa wisata. Ini meningkat 25 desa dari tahun sebelumnya yang hanya 50 desa wisata terbaik dari 3.419 desa wisata yang telah mengikuti ADWI 2022 dari 34 provinsi.
Direktur Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf Indra Ni Tua menyebut kategori ADWI 2023 dibuat lebih ringkas. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pendaftaran dan pengumpulan data.
"Dua tahun terakhir kami menyelenggarakan dengan tujuh kategori. Tahun ini kami kelompokkan lagi jadi lima saja," ujar Indra.
Untuk terpilih menjadi desa wisata terbaik mereka mesti memenuhi kriteria:
1. Desa wisata harus memiliki keunikan dan keautentikan daya tarik wisata, berupa alam, buatan, serta seni dan budaya.
2. Penilaian akan diambil dari peningkatan standar kualitas pelayanan homestay dengan melestarikan budaya lokal. Sekaligus, standar kualitas toilet dalam memenuhi sarana dan prasarana kenyamanan wisatawan yang berkunjung.
3. Kemampuan akselerasi percepatan transformasi digital, serta menciptakan konten kreatif sebagai sarana promosi desa wisata secara digital.
4. Dilihat dari suvenir yang dijual. Setiap desa wisata harus bisa menggali kreativitas dan hasil karya desa wisata berupa kuliner, fesyen, dan kriya berbasis kearifan lokal.
5. Kelembagaan desa wisata dan CHSE. Desa wisata harus berbadan hukum, memiliki pengelolaan desa wisata yang berkelanjutan, memiliki manajemen risiko, serta menerapkan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) berstandar nasional. (*)