Pemandangan tak sedap terlihat di sepanjang Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Kota Depok. Sampah-sampah yang terbungkus plastik itu meluber hampi memakan separo badan jalan.
Pemandangan serupa juga terlihat Pondok Terong, tepatnya di Jalan Raya Citayam, Jumat (16/8/2024).
Yang mengerikan terlihat di Pasar Kemiri, Depok. Sampah menumpuk setinggi 7 meter.
Sampah bukan hanya persoalan Depok tapi Indonesia. Kota Depok hanyalah salah satunya. Berdasarkan data, Kota Depok menghasilkan 1.250 ton sampah per hari.
Sementara wilayah lain seperti Bandung menghasilkan 2.000 ton sampah per hari dan Daerah Istimewa Yogyakarta menghasilkan 2.140 ton per hari atau 781.045 ton per tahun (Kompas.id, 14 Agustus 2023).
Berdasarkan data agregat dari 285 kabupaten/kota, ada 34,3 juta ton sampah per tahun. Dari jumlah itu sampah yang terkelola ada 21,94 juta ton (63,96 persen). Sedangkan 12,36 juta ton (36,04 persen) sampah belum terkelola.
Dari mana sumber sampah itu? Sebanyak 38,3 persen berasal dari rumah tangga, 27 persen dari pasar tradisional. Dari jenisnya, 40,7 persen merupakan sisa makanan, 13,3 persen ranting/daun, 11,1 persen kertas karton (Kompas.id, 14 Agustus 2023).
Bagaimana solusinya?
Salah satu strategi yang bisa digunakan adalah menyelesaikan persoalan sampah di tingkat desa. Di sini penanganan sampah bisa dimasukkan ke dalam sirkulasi ekonomi desa. Artinya, sampah-sampah yang terkumpul dari warga bisa diubah menjadi nilai ekonomi sehingga bisa menjadi pemasukan bagi desa. Agar punya nilai ekonomi, sampah itu mesti dipilah: organik dan anorganik.
Salah satu praktik baik pengelolaan sampah ini dilakukan Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Ceritanya, karena kerap overloadnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Sementara desa ini punya tempat penampungan sampah sementara yang tak dikelola. Di situlah kemudian desa berinisiatif mengelola sampah warga dengan membentuk kelompok usaha pengelolaan sampah (KUPAS) pada 2013. KUPAS lalu dijadikan salah satu unit usaha Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Panggung Lestari milik Desa Panggungharjo.
Di sini mereka melayani jasa pengambilan sampah warga melalui aplikasi Pasti Angkut.
Menurut Coorporate Secretary pastiangkut.id, Sholahuddin Nurazmy, sampah yang diambil itu lalu dimasukkan ke dipilah dan diolah di tempat penampungan sampah mereka.
“Sejak berdiri hingga saat ini mereka sudah memiliki kurang lebih 2.000 pelanggan yang terdiri rumah tangga dan perusahaan,” kata pria yang akrab dipanggil Udin saat dihubungi katadesa.id, Kamis (15/8/2024) malam. (*)
Melalui program itu Panggungharjo telah mengubah slogan darurat sampah menjadi daulat sampah.
Sebuah gagasan menarik yang bisa diterapkan di desa-desa lainnya, tentu. (*)