Tepat 25 November, 15 tahun silam, UNESCO mengakui keris sebagai warisan budaya Indonesia. "a Masterpiece of The Oral and Intangible Heritage of Humanity" (karya agung lisan tak benda warisan kemanusiaan), begitu UNESCO menyebutnya.

Keris, memang sudah lekat dengan budaya masyarakat Indonesia sejak dulu. Keris juga bisa ditemukan di manapun dipenjuru Nusantara. Dari Aceh hingga Papua. Salah satu daerah yang sampai sekarang terkenal banyak membuat keris ada di Pulau Madura.

Di Madura, ada sebuah desa yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai pembuat keris. Namanya desa Aeng Tong Tong, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep. Desa ini berada di Kabupaten Sumenep. Jaraknya kurang lebih sekitar 15 km dari kota Sumenep ke arah selatan menuju Pamekasan.

Di desa ini kita bisa menjumpai para pembuat keris di hampir sudut-sudut desa. Saking banyaknya, pada 2012, Organisasi Pendidikan, Pengetahun, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menobatkan daerah ini sebagai desa paling banyak warganya yang berprofesi sebagai pembuat keris se Asia Tenggara.

Penobatan itu langsung direspons Pemda Sumenep. Pada 2014, pemerintah Kabupaten Sumenep menetapkan kotanya sebagai Kota Keris. Para empu ini tersebar di tiga kecamatan, yaitu Bluto, Saronggi, dan Lenteng. Melansir Nationalgeographic.co.id, pada 2013, Sumenep memiliki 648 empu (ahli pembuat keris). Dari jumlah itu, 478 empu bermukim di Desa Aeng Tong Tong, Kecamatan Saronggi.

 11 2020 Aeng3

Keahlian warga Desa Aeng Tong Tong membuat keris tak lepas dari keberadaan empu Kelleng yang hidup di awal abad ke-13 di Kerajaan Sumenep.

Empu Kelleng kemudian menurunkan ilmunya yang mumpuni kepada anak angkatnya yang bernama Joko Tole. Akhirnya, Empu Keleng dan Joko Tole dipercaya sebagai empu sakti yang memiliki keahlian lengkap sebagai empu pembuat keris dari Sumenep.

Di Pulau Madura terdapat cerita tutur yang menunjukkan betapa erat hubungan antara suku Madura dengan keris. Konon terdapat kepercayaan, apabila seorang perempuan sedang hamil, suaminya harus berusaha membuat sebilah keris yang nantinya diberikan kepada si anak. Besi yang akan dibuat keris diletakkan di bawah tempat tidur. Sang ayah harus menjalankan tirakat, misalnya berpuasa, untuk mendapatkan petunjuk Tuhan. Jika petunjuk sudah diperoleh, potongan besi itu harus diletakkan di tempat ramai, misalnya pasar. Jika potongan besi itu tidak terlihat oleh siapapun, besi itu dapat diproses menjadi keris. Jika gagal, tirakat harus dilanjutkan lagi sampai berhasil. Besi itulah yang dinamakan “besi calon”, bahan untuk membuat keris.