Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) berencana mengajukan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tantang Desa. Ada tujuh perkara yang saat ini mesti dikaji ulang terhadap pelaksanaan undang-undang yang telah berusia sembilan tahun itu. Tujuh isu yang krusial itu yakni:

1.    Status desa dalam tata kelola pemerintahan NKRI

2.    Kewenangan desa dan pemerintah desa dalam mengatur dan mengurus rumah tangga desa dan kepentingan masyarakat desa

3.    Alokasi dana pembangunan desa yang bersumber dari APBN

4.    Status kepala desa dan perangkat desa

5.    Operasional pemerintahan desa

6.    Kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa

7.    Arah kebijakan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.

“Kebutuhan untuk melakukan revisi Undang-Undang Desa bukan semata-mata terkait dengan aspirasi perpanjangan kepala desa tapi jauh lebih besar, umum, dan rumit dari itu serta strategis,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar (Gus Halim) saat menjadi narasumber dalam webinar Urgensi Evaluasi Undang-Undang Desa di Tengah Hiruk Pikuk Pemilu 2024 yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara virtual, Senin (10/4/2023).

Kata Gus Halim, revisi itu diperlukan pemerintah desa perlu ruang yang luas untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa. Contohnya, membuat perencanaan dan pemanfaatan dana desa yang menggunakan data terupdate, baik daftar potensi maupun masalah desa sebagai dasarnya.

Revisi Undang-Undang itu nantinya juga diharapkan dapat mempertajam status kepala desa beserta perangkatnya. Jika status kepala desa dan perangkatnya jelas, maka kepala desa dapat bergerak lebih luas untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat tanpa diganggu oleh hal-hal yang berkaitan dengan administrasi.

“Operasional pemerintahan desa ini juga menjadi dinamika tinggi di desa. Kepala desa butuh banyak anggaran untuk melakukan komunikasi, pembinaan masyarakat, dan dana operasional untuk pemerintahan desa,” ujar Gus Halim.

Sejak 2023 kepala desa memang dapat memanfaatkan 3 persen dari total dana desa untuk kebutuhan operasional pemerintah desa. Namu sistem pertanggungjawabannya masih diupayakan oleh Kemendes PDTT agar berbentuk lumpsum, bukan ad-cost sehingga tidak memberatkan kepala desa.

Revisi, kata Gus Halim, juga harus memberi kepastian hukum tentang kesejahteraan kepala desa dan perangkatnya. Apa yang menjadi hak dan kewajiban dari kepala desa dan perangkat desa.

Yang tak kalah penting adalah adanya keterlibatan masyarakat desa. Dalam revisi nanti, kata Gus Halim, masyarakat juga mesti diberi porsi yang sangat besar. “Misalnya di dalam musyawarah desa (Musdes) untuk membahas APBDes. Warga kita kasih ruang untuk datang meskipun tidak punya hak berbicara dan hak bersuara,” ujar dia.

Jika revisi itu terjadi maka akan sejalan dengan tujuan utama UU Desa, yakni untuk mendorong munculnya prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat, guna mengembangkan potensi dan aset desa, untuk tujuan mewujudkan kesejahteraan bersama.

Namun sayangnya UU Desa itu tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai jenis kewenangan yang ditugaskan dan skema pembiayaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Karena tak ada penjelasan rinci, akhirnya kewenangan desa kembali ditentukan pemerintah pusat dan cenderung terjadi penyeragaman. Penyeragaman ini tentu saja tidak cukup memberikan keluluasan pada kepala dalam menentukan kewenangannya.

Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) mendukung rencana revisi itu. Menurut Ketua Papdesi, Wargiaty, kebutuhan revisi jangan hanya soal perpanjangan jabatan kepala desa tapi lebih banyak hal penting dan strategis yang harus diatur detil dalam UU Desa itu.

Ia mencontohkan tentang status perangkat desa, jaminan kesejahteraan pemerintahan desa (kepala desa dan perangkat desa), dan kenaikan alokasi dana desa. Beberapa poin itu diperlukan untuk percepatan “Perpanjangan jabatan kepala desa itu hanya sebagian kecil dari dinamika UU Desa,” kata Wakil Ketua DPP Papdesi Wahyudi Anggorohadi. (*)